Pagi ini aku terbangun dengan
senyum yang lebih lebar dari biasanya. Ingatan semalam masih melekat jelas di
dalam otakku. Aku berharap kejadian semalam bukanlah bunga tidur, dan
kenyataanya memang bukan. Aku mencoba mencubit lenganku sekali lagi memastikan
bahwa semuanya bukan mimpi. Aku bangun dan mengecek notification di handphone-ku.
Terdapat 1 message “Hai, selamat pagi” yang seketika membuat senyumku semakin
melebar. Tanganku dengan cepat membalas pesan singkat itu dengan bibir yang
masih melengkung. Seperti inikah bahagia itu?
“Malam ini kau ada waktu? Aku ingin
bertemu” ucap pria berkumis tipis yang selama ini menarik hatiku. Seorang pria
yang menemani masa-masa SMA ku selama 3 tahun; lebih dari sahabat. Aku
menganggapnya begitu, tapi entah bagaimana dengannya aku tidak peduli. Saat ini
kami sudah berbeda tempat pendidikan. Ia menempuh pendidikannya di wilayah
Depok, sedangkan aku masih pada tempatnya; Jakarta, kota penuh konflik yang tetap
setia aku tinggali. Malam ini ia mengajakku bertemu di suatu tempat makan.
Memang sudah jarang kami tidak bertemu sejak ia putus dengan mantannya. Kami
hanya sesekali bertemu, itu pula dengan semua sahabat-sahabatku, tidak pernah
berdua. Tapi malam ini berbeda, ia mengajakku bertemu; hanya berdua.
Aku langsung meng”iya”kan
ajakannya. Tentu saja aku tidak bisa menolak permintaan itu, karena sejujurnya
aku sangat merindukannya. Bagaimana mungkin; aku tidak rindu pada seorang pria
yang selalu menghantui pikiranku. Bagaimana mungkin; aku tidak rindu pada pria
yang meninggalkan setitik harapan dihatiku. Meskipun pria ini pernah
meninggalkanku demi wanita lain; entah kenapa ia tetap saja menjadi pemilik
hati ini. Aku sangat merindukannya; merindukan senyum cerahnya yang hanya ia
berikan pada wanita itu. Aku sangat merindukannya; merindukan gerak geriknya
saat mendekati wanita itu. Aku sangat merindukannya; merindukan tatapan matanya
yang begitu indah ketika memandang wanita itu (lagi).
Sejujurnya aku iri, ia berhasil
mendapatkan itu semua darimu. Hal-hal yang aku kagumi, semuanya berhasil ia
dapatkan; termasuk kamu. Perihal tentang itu aku tak mau lagi mengingatnya; toh
sekarang pun kamu sudah tidak bersamanya. Sedikit senang sih.
“Aku
sudah di depan rumahmu” isi pesan singkat itu membuatku bergegas merapikan
hijabku. Aku membuka pintu rumahku dan seorang pria berkumis tipis itu sudah
berada di depannya. Ia melekungkan senyuman sehingga membuat garis tipis di
area matanya terlihat; manis. Ia menganggukkan kepala seolah member tanda bahwa
dirinya sudah siap mengantarkanku ke tempat tujuan. Di perjalanan rupanya kami
belum banyak bicara. Masih canggung rasanya untuk menyapa dia terlebih dahulu.
“Hei, kita sudah sampai. Kau masih mau berdiam diri di jok motorku?”ucapannya
membuyarkan lamunanku. Aku terkekeh, sesegera mungkin aku turun dari motor
satria nya itu.
Kami
memasuki rumah makan yang bernuansa kayu. Ia langsung memilih tempat dekat
dengan jendela; agar terkena angin katanya. Kami sudah sering ke tempat ini,
sampai-sampai ia sudah hafal menu makanan apa yang akan ku pesan. Ada perasaan
senang yang menjalar ditubuhku, rasanya diperhatikan sampai sedetail itu,
padahal kami tidak ada hubungan apa-apa. “Mohon di tunggu pesanannya ya” ucap
wanita paruh baya yang menjadi pemilik rumah makan ini.
"Jadi,
bagaimana kabarmu beberapa bulan ini?” ucapnya sebagai pembuka pembicaraan
kami. “Baik. Apalagi ketika kamu menginggalkanku” kamu terkekeh mendengarnya.
“Kau masih saja mau bahas itu? Sudahlah ada hal yang lebih penting dibicarakan
daripada masalah itu” aku hanya mengangguk. Ketika minuman kami datang, aku
meneguknya sesekali. “Apa kau masih mencintaiku?” aku tersedak mendengar
kalimat yang keluar dari mulutmu. “Eh, apakah kamu baik baik saja? Maaf aku
mengagetkanmu” aku mengacungkan jempol menandakan bahwa aku baik baik saja.
Kamu segera menyingkirkan tanganmu dari lenganku, seketika suasana menjadi
canggung.
“Ini
pesanannya, selamat menikmati” ucap wanita paruh baya itu lagi. Kedatangan
wanita tadi kembali mencairkan suasana yang sempat beku; untunglah. “Kita makan
dulu” ucapmu sambil tersenyum tipis. Ah senyum itu; aku merindukannya. Beberapa
menit berlalu, kau menyeruput habis es teh manis di gelasmu, menandakan bahwa
kau sudah selesai makan. Sementara aku masih mengunyah makanan yang ada
dimulutku. “Kau masih sama seperti dulu, lama ketika makan” aku tersenyum
mendengarnya, dan seperti biasa kau mulai meletakkan tanganmu di dagu,
tersenyum menatap mataku diam diam.
“Jangan
memandangku seperti itu, aku tidak bisa berkosentrasi” ucapku sambil mengunyah
makanan yang masih berada di mulutku. “Aku suka menatapmu seperti itu, cepatlah
selesaikan makananmu, selepas itu kita pulang” entah kenapa ketika kamu
mengucapkan itu aku agak sedikit kecewa. Bukankah itu tandanya kamu ingin malam
ini cepat berlalu?
“Aku
sudah selesai” ucapku sambil membersihkan mulutku dengan tisu. Ia segera
berdiri dari tempat duduknya dan langsung pergi menuju kasir. Aku mengikutinya
dari belakang, sekaligus menuju pintu keluar. “Kenapa cemberut begitu? Kau
tidak ingin malam ini berlalu begitu saja ya?” Ucapmu dengan nada meledek. Aku
mengerutkan dahi. “Sudahlah, pakai helm ini. Jangan melamun lagi ya”
Sepertinya
udara malam ini terasa lebih sejuk dari biasanya. Terlebih ditambah dengan
aroma tubuhnya yang merasuki hidungku. Bintang banyak yang sembunyi rupanya,
tetapi meskipun begitu hati ini tetap bersinar asalkan pria ini tetap
bersamaku. Suara motormu tiba tiba berhenti menandakan bahwa kita sudah sampai
di rumahku. Secepat inikah waktu berlalu? “Terimakasih untuk malam ini” ucapku
dengan senyum biasa; lebih tepatnya senyum yang tak ikhlas malam ini berlalu.
“Tunggu dulu, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan” aku berbalik arah, menatap
matanya dan ia meneruskan pembicaraan “Tentang kita” aku terdiam.
Will be continue....