Minggu, 11 Januari 2015

Cerita yang Berbeda..

Alunan lagu “Rama-bertahan” menemaniku saat menuliskan cerita ini. Masih sama seperti tahun 2014. Masih disini, masih dengan perasaan yang sama, masih dengan orang yang sama. Cerita ini masih berisi tentang kamu. Bukankah setiap bulan selalu begitu? Aku yang bodoh karena masih saja memikirkan kamu, karena aku masih saja menuliskan cerita tentang kamu, tentang kita. Hanya saja kali ini berbeda. Aku lupa sudah berapa lama menunggumu. Aku lupa sudah berapa banyak waktu yang aku buang hanya untuk memikirkan kamu. Mungkin ini sudah saatnya aku berubah. Mungkin sudah waktunya isi cerita ini berbeda.

Bukannya aku berhenti mencintaimu atau bahkan melupakanmu. Aku hanya lelah dengan ketidakjelasan kita. Aku lelah karena kamu tetap saja seperti ini. Kamu tetap seperti orang yang tidak aku kenal. Sudah 6 bulan kita dekat, dan selama itu pula aku menunggumu. Bahkan sebenarnya lebih dari itu. Kau tidak tahu kan? Karena itu lah aku lelah, dan rasanya ingin pergi dari zona yang membuatku melupakan segalanya. Melupakan waktu bahkan semua yang tidak terhitung nilainya.

Beberapa jam yang lalu aku membaca pesan singkat yang sudah lama kau kirim. Ternyata kita pernah sedekat itu ya? Aku merindukannya, merindukan kamu yang seperti dulu. Tapi sayangnya, waktu tidak pernah bisa di putar kan? Semuanya sudah terjadi, kita sudah seperti ini. Bahkan sudah terlambat untuk mengatakan semuanya. Karena sayang sendirian itu sakit.

Pernah terfikirkan olehku untuk pergi, aku ingin meninggalkan semuanya; semua tentang kamu, tentang kita. Karena bagiku, penantian ini sia-sia. Karena sia-sia saja memberikan perhatian ke kamu jika ternyata kamu terlalu sibuk mendapat perhatian orang lain. Aku lelah harus disebut sebagai perusak hubungan orang, aku lelah harus dipanggil sebagai perebut kekasih orang. Aku lelah dengan semua perkataan dan cemoohan itu. Kau tidak akan pernah mengerti rasanya jadi aku. Ketika semua orang menilai aku yang salah, aku yang dijadikan sebagai peran antagonis dalam cerita ini. Aku di jadikan tokoh jahat yang merebut kebahagiaan orang, aku lelah dengan semuanya.

 Aku tahu, aku yang memilih untuk mengunggu mu. Seharusnya aku tidak mengeluh dengan semua ini, karena memang inilah pilihanku. Tapi pada kenyataannya, setelah semua berjalan seperti ini, aku tetap saja mengeluhkan semua itu. Mengeluhkan tentang kamu, tentang ketidakjelasan kita. Aku selalu mengira semua tulus sampai pada akhirnya ku tau semuanya dusta.

Alunan lagu “Ungu-dirimu satu” kini terdengar merdu. Aku masih saja menatap layar laptop, menuliskan tentang kamu. Jujur, aku pernah mencoba untuk melupakanmu, mencoba untuk mengikhlaskan kamu dengannya. Jika benar kau mencintai aku, bukankah kau tidak akan pernah memilihnya? Jika benar kau mencintai aku, bukankah kau akan berjuang untuk aku, bukan untuk wanita lain? Tapi kenyataannya tidak begitu kan? Jadi jangan salahkan aku jika memilih untuk pergi. Karena pada kenyataannya, kamu tidak pernah memperjuangkan ku.

Seseorang pernah bilang padaku “Harapanmu akan semakin menjadi nyata jika kau mau buktikan padanya bahwa perasaanmu nyata”. Apakah selama ini belum bisa meyakinkan semuanya? Apa semua yang sudah aku perjuangkan tak pernah kamu lihat? Lalu apa yang kamu lihat dari dia yang hanya diam tanpa melakukan apa-apa. Jika semuanya sudah terjadi, tak bisakah kau mengubahnya? Tak bisakah kita membuat kenangan manis? Mengapa kau tetap bersama dia yang bahkan tidak bisa membuatmu bahagia?

Jadi wajar saja bila aku memutuskan untuk pergi. Aku ingin pergi dari semua tentang kamu, karena kamu sudah memilihnya. Pasti kau punya alasan mengapa memilih dia, itu pilihan kamu; aku hargai itu. Semoga kau bahagia dengan pilihanmu. Karena nggak mungkin Tuhan mengambil tanpa mengembalikan dengan yang lebih indah. Jika memang kau di ambil dan di kembalikan karena kau yang terbaik, Tuhan pasti telah mempersiapkan caranya. Meskipun aku berusaha melupakanmu, berusaha tidak memperdulikanmu, ingatlah satu hal; aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu.


Dari aku, seorang wanita yang tetap mencintaimu, meskipun entah bagaimana dengan kamu.