Minggu, 04 Juni 2017

Definisi "Bahagia" (Eps.1)

Selamat pagi sayang..

Pesan singkat itu selalu aku terima di pagi hari. Hal yang pertama kali selalu dilakukan oleh seseorang di pagi hari, melihat layar handphone. Sama sepertiku. Mungkin setiap orang akan memiliki ekspresi yang berbeda-beda ketika pertama kali bangun dari tidurnya dan melihat layar handphone, dan ekspresi ku pagi ini pasti sama dengan seseorang yang sedang jatuh cinta.

Setiap orang pasti pernah merasakan jatuh cinta. Perasaan yang tiba-tiba muncul tanpa memberikan tanda-tanda. Tapi satu hal yang pasti ketika seseorang sedang jatuh cinta ialah ia tanpa sadar akan terus memikirkan “orang” tersebut, meskipun sedang bersama orang lain. Saya jatuh cinta padanya sudah sangat lama. Awalnya hanya teman satu kelas, kemudian semakin dekat karena kami sering bertemu dan akhirnya kami bersahabat.

Perasaan saya kala itu sama seperti pepatah yang bilang bahwa “tidak ada persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan. Di dalamnya akan ada perasaan meski berusaha keras menolaknya”. Kami bersahabat selama kurang lebih 2 tahun, dan perasaan ini baru muncul ketika tahun kedua. Ketika sedang jatuh cinta, terkadang seseorang mengira bahwa lawan jenisnya juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Sama seperti saya. Saya pun berfikir seperti itu. Tentu dengan fakta bahwa dia memang bertindak seperti seseorang yang sedang jatuh cinta. Ya dia memang sedang jatuh cinta. Tetapi yang pahit untuk saya adalah ketika tau bahwa kala itu ia mencintai wanita lain yang bukan saya.

I am hurt.

Tetapi saya lebih sakit ketika tau bahwa saya menjadi seorang pengecut karena tidak memberi tau apa yang saya rasakan saat itu.

And I let it go.

Saya membiarkannya bersama wanita itu. Dengan harapan ia bisa bahagia meskipun saya tidak pernah mengikhlaskannya. Kalian sangat munafik ketika bilang bahwa kalian bisa mengikhlaskan dia dengan orang lain yang bukan anda. Kalian sangat munafik ketika bilang bahwa kalian akan bahagia jika dia bahagia. Padahal jauh di lubuk hati, kalian ingin ia bahagia bersama anda, bukan dengan orang lain.

Seiring berjalannya waktu, saya mendapat kabar bahwa ia sudah putus dengan kekasihnya. Dia kembali lagi dengan saya. Mengatakan hal-hal yang membuat harapan saya semakin besar. Melakukan tindakan-tindakan yang semakin mengingkatkan kepercayaanku padanya. Tetapi hal itu kembali sirna ketika saya tau ia kembali lagi dengan kekasihnya; tanpa sepengetahuan saya. Ia menghilang tiba-tiba dan ketika saya tau kabarnya; ia sudah bersama dengan wanita itu (lagi).

I don’t know what must I do

Saya hanya bisa tertawa dalam hati. Menyalahkan diri saya sendiri, karena merasa menjadi wanita yang paling bodoh di dunia. Menjadi wanita yang telah berharap terhadap sesuatu yang “tidak nyata”.

Dan kalian pasti berfikir bahwa hal ini lebih bodoh lagi. Saya menerima ia kembali. Ketika kedua kalinya ia putus dengan kekasihnya. Saat itu saya menganggap ia seperti sahabat lagi. Perasaan saya yang dulu sudah saya kubur dalam-dalam. Tetapi ia mampu menggalinya kembali dan kami resmi berpacaran. Tidak ada yang salah memberikan kesempatan yang kesekian kalinya. Saya memberikan ia kesempatan untuk memperbaki segalanya, dan definisi bahagia saya dimulai dari sini.

Bintang di Ujung Malam (End)

“Ini sudah ku pikirkan matang-matang, dan mungkin aku baru sempat bicarakan ini sekarang” kamu mengeluarkan sesuatu entah darimana, tiba tiba di tanganmu sudah ada bungkusan plastik yang tak bisa ku tebak apa isinya. Kau mengambil isi dari plastik putih itu, bentuknya seperti trapesium yang cukup panjang dengan bungkusan luar berwarna cokelat. Aku masih belum bisa menebak apa yang akan kamu beri, setelah beberapa detik kemudian aku menyadarinya “COKLAT” batinku kegirangan, sama seperti anak kecil yang diberikan hadiah oleh papanya yang sudah sekian lama bekerja di luar kota.

                “Jadi gini, dulu aku sudah pernah menanyakan hal ini tapi kau belum menjawab. Aku harap kau menjawabnya sekarang” ucapnya dengan tetap memegang coklat itu di tangannya. Aku terdiam, masih menikmati pemikiranku sendiri. “Oke, mungkin kamu sudah tidak mengingatnya. Baiklah, daripada basa-basi lebih baik aku langsung pada topic pembicarannya” ucapmu. “Aku mencintaimu, apakah kamu mau jadi pacarku” Aku masih saja hanyut dalam pikiranku. Bingung, sekaligus senang. Aku tidak menyangka tiba-tiba dia berbicara seperti itu, ini seperti mimpi. Akhir-akhir ini kami memang lebih dekat daripada dahulu, tetapi hanya sebatas chatting tanpa bertemu.

                “Kenapa diam saja, apa kamu tidak suka?” ucapannya membuyarkan lamunanku. “tidak, tidak. Bukan begitu. Aku hanya kaget saja mendengarnya. Bukankah kau sudah tau sendiri apa yang akan ku jawab?” ucapku, lalu ia memberikan coklat itu dan meletakkannya di tanganku. “Aku hanya ingin memastikan perasaanmu lagi, aku hanya takut semua ini berubah. Makan coklat itu jika jawabanmu iya”

                “Coklat ini ada kacangnya, aku kan tidak suka kacang. Kau tega sekaliiiii” ucapku dengan sedikit kecewa. “Aku memang sengaja membelikannya untukmu, bukankah di dalam suatu hubungan tidak selalu seperti apa yang kamu inginkan? Oleh karena itu, aku ingin kau bisa menerimanya nanti. Seperti kamu yang harus menerima coklat ini karena kamu suka, dan harus menerima kacang ini meskipun kamu tidak suka. Setiap keputusan selalu punya konsekuensi sendiri, tergantung kamu mau menerimanya atau tidak” aku mengangguk menandakan setuju dengan ucapannya barusan. Aku mengerti maksudnya sekarang.

                Aku memakan coklat itu dengan lahap, memang aku sangat menyukai coklat tetapi agak sedikit tersiksa dengan kacang yang berada di dalamnya. Ia tertawa kecil melihat ekpresiku yang berusaha menolak rasa kacang ini, memang tidak bisa dipungkiri bahwa lidah tidak pernah berbohong soal rasa. “Itu tandanya kau menerimaku kan?” tanyanya, aku hanya mengangguk malu. Ia tersenyu, dan aku sangat suka senyum itu.


                Bunyi telepon membuyarkan lamunanku, ternyata itu notification dari handphoneku. Aku dengan cepat membalas pesan singkatmu. “Aku ingin sarapan dulu, nanti kita lanjut lagi ya” aku menutup handphoneku dan pergi ke ruang makan dengan senyum yang masih mengembang diwajahku. “ternyata ini bukan mimpi” gumamku.