Minggu, 27 Agustus 2017

Definisi Bahagia (End)

I don’t know why I can love him.

Saya tidak tau kenapa saat itu saya menerima nya kembali. Yang saya rasakan justru bahagia karena akhirnya dia memilih saya. Memantapkan pilihannya kepada wanita yang sangat menyukai buku, yang tidak akan pernah lupa dengan hobi menulisnya, dan bahkan yang tidak pernah meninggalkan tidurnya di malam hari.

Informasi tentang hubungan kami sudah tersebar luas. Bahkan sempat menghebohkan beberapa orang. Karena pada masanya, kami sudah di gosipkan oleh sebagian orang, dan gossip itu semakin menarik ketika tau bahwa kami akhirnya berpacaran.

I don’t care.

Saya tidak peduli seberapa banyak orang yang membicarakan kami di belakang. Karena saya sudah terbiasa sejak dulu, dan saya tau konsekuensinya. Lagipula omongan orang lain tidak akan membuat kita jatuh. Hanya saja saya merasa risih akan hal itu. Apalagi terkadang ada gossip yang  tidak sesuai dengan kenyataannya.

Saya menulis ini ketika hubungan kami sudah lebih dari 2 tahun. Tentunya saya tidak pernah menyangka akan sampai pada tahap yang sejauh ini dengan dia. Saya mengira hubungan kami tidak akan lebih dari 1 tahun, tetapi kenyataannya kami sudah melewati itu. Yang saya rasakan hingga saat ini tentu saja tidak selalu bahagia. Ia pernah menyakiti saya lewat hal-hal yang kecil, bahkan besar. Bisa diibaratkan hubungan kami sama seperti rollercoaster. Seru.

Satu hal yang pasti, dibalik perilakunya yang terkadang membuat saya sakit hati, tetapi ia selalu bisa memperbaikinya, lagi dan lagi. Saya ingat kala itu, ketika ada hal kecil yang membuat saya menangis, lalu ia memberhentikan motornya, menoleh ke belakang dan bertanya mengapa saya menangis tiba-tiba. Ia memastikan apakah dirinya berbuat salah kepadaku atau tidak. Ia memastikan pula, hal apa yang sekiranya membuatku menangis. Ketika ia sudah tau jawabannya, ia kemudian berkata “yaudah jangan nangis lagi ya, nanti aku bilangin ke dia supaya nggak berbuat kayak gitu ke kamu. Aku juga nggak tau kenapa dia suka nethink ke kita. Jangan dengerin omongannya ya sayang” kemudian ia menghapus air mataku dan kami kembali melanjutkan perjalanan.

Saya masih ingat jelas tentang hal-hal yang membuat saya bahagia. Rasanya seperti seorang anak kecil yang dibawa ke pasar malam, melihat hal-hal yang baru dan mencoba beberapa mainan yang ada disana. Kebahagiaan yang sederhana menurutku. Sama halnya ketika waktu itu kami sedang menyusuri jalanan di siang hari. Ketika Jakarta sedang macet-macetnya, kami pergi menggunakan sepeda motor dan helm tentunya. Saat itu lampu merah, yang membuat kami berhenti, menunggu, dan kepanasan, lalu ia mengelus-elus dengkul saya. Seolah olah mengatakan “sabar ya sayang”. Ia terus mengelus-elusnya tanpa mengeluarkan sepatah kata, hingga lampu berubah warna menjadi hijau.

Saya ingat lagi, waktu itu ia memberikan saya surat. Di dalam surat itu, ia menuliskan sebuah puisi yang dibuat sendiri olehnya. Tetapi tidak bisa saya tampilkan disini karena saya takut dia tidak setuju karyanya di publikasikan. Hal yang unik dari puisinya adalah ia menggunakan kata-kata dari bidangnya di dunia teknologi menjadi sebuah kalimat dan membuat kalimat itu menyatu menjadi puisi. Saya tentu senang sekali ketika membacanya. Hadiah yang sederhana, yang membuat saya bahagia.

Hal-hal yang terjadi di dalam kehidupanmu, ketika kamu syukuri, kamu nikmati, hal itu akan menjadi indah. Keindahan itu yang kemudian akan membuatmu bahagia. Kebahagiaan bisa kamu ciptakan sendiri, ketika kamu menghargai kasih sayang orang lain kepadamu, ketika kamu menerima hal-hal yang kurang dari dirinya, kemudian kalian ubah kekurangan itu menjadi hal yang membahagiakan bagi diri kalian dan orang lain.

Kadang hal-hal manis seperti itu ketika diingat kembali akan menjadi lebih manis. Rasanya seperti ingin kembali lagi ke memori memori masa itu. Tetapi tidak bisa. Semua hanya bisa kamu kenang, hanya bisa di tulis dan di ceritakan ke orang lain, sama seperti yang saya lakukan saat ini. Terimakasih untuk semuanya, kamu membuat 2 tahun saya bahagia, meskipun ada beberapa yang membuat saya luka. Mungkin di kesempatan yang lain, akan saya ceritakan definisi luka menurut saya.

With love,

D

Minggu, 04 Juni 2017

Definisi "Bahagia" (Eps.1)

Selamat pagi sayang..

Pesan singkat itu selalu aku terima di pagi hari. Hal yang pertama kali selalu dilakukan oleh seseorang di pagi hari, melihat layar handphone. Sama sepertiku. Mungkin setiap orang akan memiliki ekspresi yang berbeda-beda ketika pertama kali bangun dari tidurnya dan melihat layar handphone, dan ekspresi ku pagi ini pasti sama dengan seseorang yang sedang jatuh cinta.

Setiap orang pasti pernah merasakan jatuh cinta. Perasaan yang tiba-tiba muncul tanpa memberikan tanda-tanda. Tapi satu hal yang pasti ketika seseorang sedang jatuh cinta ialah ia tanpa sadar akan terus memikirkan “orang” tersebut, meskipun sedang bersama orang lain. Saya jatuh cinta padanya sudah sangat lama. Awalnya hanya teman satu kelas, kemudian semakin dekat karena kami sering bertemu dan akhirnya kami bersahabat.

Perasaan saya kala itu sama seperti pepatah yang bilang bahwa “tidak ada persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan. Di dalamnya akan ada perasaan meski berusaha keras menolaknya”. Kami bersahabat selama kurang lebih 2 tahun, dan perasaan ini baru muncul ketika tahun kedua. Ketika sedang jatuh cinta, terkadang seseorang mengira bahwa lawan jenisnya juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Sama seperti saya. Saya pun berfikir seperti itu. Tentu dengan fakta bahwa dia memang bertindak seperti seseorang yang sedang jatuh cinta. Ya dia memang sedang jatuh cinta. Tetapi yang pahit untuk saya adalah ketika tau bahwa kala itu ia mencintai wanita lain yang bukan saya.

I am hurt.

Tetapi saya lebih sakit ketika tau bahwa saya menjadi seorang pengecut karena tidak memberi tau apa yang saya rasakan saat itu.

And I let it go.

Saya membiarkannya bersama wanita itu. Dengan harapan ia bisa bahagia meskipun saya tidak pernah mengikhlaskannya. Kalian sangat munafik ketika bilang bahwa kalian bisa mengikhlaskan dia dengan orang lain yang bukan anda. Kalian sangat munafik ketika bilang bahwa kalian akan bahagia jika dia bahagia. Padahal jauh di lubuk hati, kalian ingin ia bahagia bersama anda, bukan dengan orang lain.

Seiring berjalannya waktu, saya mendapat kabar bahwa ia sudah putus dengan kekasihnya. Dia kembali lagi dengan saya. Mengatakan hal-hal yang membuat harapan saya semakin besar. Melakukan tindakan-tindakan yang semakin mengingkatkan kepercayaanku padanya. Tetapi hal itu kembali sirna ketika saya tau ia kembali lagi dengan kekasihnya; tanpa sepengetahuan saya. Ia menghilang tiba-tiba dan ketika saya tau kabarnya; ia sudah bersama dengan wanita itu (lagi).

I don’t know what must I do

Saya hanya bisa tertawa dalam hati. Menyalahkan diri saya sendiri, karena merasa menjadi wanita yang paling bodoh di dunia. Menjadi wanita yang telah berharap terhadap sesuatu yang “tidak nyata”.

Dan kalian pasti berfikir bahwa hal ini lebih bodoh lagi. Saya menerima ia kembali. Ketika kedua kalinya ia putus dengan kekasihnya. Saat itu saya menganggap ia seperti sahabat lagi. Perasaan saya yang dulu sudah saya kubur dalam-dalam. Tetapi ia mampu menggalinya kembali dan kami resmi berpacaran. Tidak ada yang salah memberikan kesempatan yang kesekian kalinya. Saya memberikan ia kesempatan untuk memperbaki segalanya, dan definisi bahagia saya dimulai dari sini.

Bintang di Ujung Malam (End)

“Ini sudah ku pikirkan matang-matang, dan mungkin aku baru sempat bicarakan ini sekarang” kamu mengeluarkan sesuatu entah darimana, tiba tiba di tanganmu sudah ada bungkusan plastik yang tak bisa ku tebak apa isinya. Kau mengambil isi dari plastik putih itu, bentuknya seperti trapesium yang cukup panjang dengan bungkusan luar berwarna cokelat. Aku masih belum bisa menebak apa yang akan kamu beri, setelah beberapa detik kemudian aku menyadarinya “COKLAT” batinku kegirangan, sama seperti anak kecil yang diberikan hadiah oleh papanya yang sudah sekian lama bekerja di luar kota.

                “Jadi gini, dulu aku sudah pernah menanyakan hal ini tapi kau belum menjawab. Aku harap kau menjawabnya sekarang” ucapnya dengan tetap memegang coklat itu di tangannya. Aku terdiam, masih menikmati pemikiranku sendiri. “Oke, mungkin kamu sudah tidak mengingatnya. Baiklah, daripada basa-basi lebih baik aku langsung pada topic pembicarannya” ucapmu. “Aku mencintaimu, apakah kamu mau jadi pacarku” Aku masih saja hanyut dalam pikiranku. Bingung, sekaligus senang. Aku tidak menyangka tiba-tiba dia berbicara seperti itu, ini seperti mimpi. Akhir-akhir ini kami memang lebih dekat daripada dahulu, tetapi hanya sebatas chatting tanpa bertemu.

                “Kenapa diam saja, apa kamu tidak suka?” ucapannya membuyarkan lamunanku. “tidak, tidak. Bukan begitu. Aku hanya kaget saja mendengarnya. Bukankah kau sudah tau sendiri apa yang akan ku jawab?” ucapku, lalu ia memberikan coklat itu dan meletakkannya di tanganku. “Aku hanya ingin memastikan perasaanmu lagi, aku hanya takut semua ini berubah. Makan coklat itu jika jawabanmu iya”

                “Coklat ini ada kacangnya, aku kan tidak suka kacang. Kau tega sekaliiiii” ucapku dengan sedikit kecewa. “Aku memang sengaja membelikannya untukmu, bukankah di dalam suatu hubungan tidak selalu seperti apa yang kamu inginkan? Oleh karena itu, aku ingin kau bisa menerimanya nanti. Seperti kamu yang harus menerima coklat ini karena kamu suka, dan harus menerima kacang ini meskipun kamu tidak suka. Setiap keputusan selalu punya konsekuensi sendiri, tergantung kamu mau menerimanya atau tidak” aku mengangguk menandakan setuju dengan ucapannya barusan. Aku mengerti maksudnya sekarang.

                Aku memakan coklat itu dengan lahap, memang aku sangat menyukai coklat tetapi agak sedikit tersiksa dengan kacang yang berada di dalamnya. Ia tertawa kecil melihat ekpresiku yang berusaha menolak rasa kacang ini, memang tidak bisa dipungkiri bahwa lidah tidak pernah berbohong soal rasa. “Itu tandanya kau menerimaku kan?” tanyanya, aku hanya mengangguk malu. Ia tersenyu, dan aku sangat suka senyum itu.


                Bunyi telepon membuyarkan lamunanku, ternyata itu notification dari handphoneku. Aku dengan cepat membalas pesan singkatmu. “Aku ingin sarapan dulu, nanti kita lanjut lagi ya” aku menutup handphoneku dan pergi ke ruang makan dengan senyum yang masih mengembang diwajahku. “ternyata ini bukan mimpi” gumamku.