Sakit? tentu..
Perempuan mana yang tidak sakit jika pria yang selama ini ia
idam-idamkan, yang ia banggakan, yang ia perjuangkan; lebih memilih bersama
perempuan lain. Kesakitan itu bertambah menjadi dua kali lipat ketika tahu
bahwa perempuan itu adalah orang yang kamu kenal, perempuan yang pernah dekat
denganmu, perempuan yang memberi kesan baik ketika pertama kali bertemu
denganmu. Lalu aku bisa apa? Ketika pria itu lebih memilih dirinya, aku hanya
diam. Berharap semua yang terjadi hanya mimpi. Meskipun ini mimpi buruk, tak
apa; asalkan peristiwa ini tidak pernah terjadi. Tapi kenyataannya? Ketika aku
terbangun dari tidurku, peristiwa ini tetap terjadi. Ini bukan mimpi. Bukan
lagi mimpi buruk, tapi kenyataan yang buruk.
“apakah kau melihat statusnya kemarin? Ariya menghampiriku,
membawa handphone kesayangannya dan memperlihatkan tulisan di layar
handphonenya. “aku sudah lihat” aku melepas pandangan dari layar handphone nya.
Ariya tentu saja mengerti maksud tindakannku.
Ia bingung ingin melanjutkan pembicaraan seperti apa. Ia sesekali melihatku,
dan sesekali pula melihat seluruh isi ruangan kamar. Ariya berharap akan
mendapatkan inspirasi untuk memulai obrolan baru.
“maaf bukan maksudku begitu, aku hanya ingin tahu; apakah
kamu baik-baik saja?” Ariya memulai percakapan baru dengan suaranya yang
terbata-bata. Aku melirik ke arahnya “Menurutmu apakah aku baik-baik saja?”
“aku hanya ingin menghiburmu lif, cerita lah. Tidak seperti
biasanya kamu begini” aku menarik napas panjang, berusaha untuk tidak menangis
di hadapan sahabatku ini. “baiklah kalau begitu” ucapku. Ariya mulai tersenyum
seakan-akan ia antusias untuk mendengarkan ceritaku. “sejak awal, aku tahu
bahwa hal seperti ini akan terjadi---“ Ariya memegang lenganku, ia berhasil
memotong pembicaraan. “maksudmu?” tanya nya.
“dengarkan aku duluuuu” Ariya yang merasa dirinya bersalah
segera melepaskan tangannya dari lenganku. Ia mengangguk pelan. Aku menarik
napas panjang dan mulai melanjutkan cerita. “Aku tahu ini akan terjadi,
maksudku; aku merasakan sesuatu yang beda ketika ia mendekatiku. Aku biasa saja
padanya, perasaan ini tak lagi seperti dulu. Setiap kali ia ingin bicara
serius, aku selalu mengindar, entah kenapa aku merasa ia hanya mempermainkanku;
dan kenyataannya itu benar kan?”
“Kenapa kau menghindarinya lif? Bukankah kau ingin
bersamanya?” tanya Ariya. Aku mengangguk, seolah mengerti pertanyaannya. “Tentu
saja aku ingin bersamanya, sangat. Tapi ia mendekatiku ketika baru saja putus
dengan mantannya; beberapa minggu yang lalu. Apa itu bisa kau katakan serius?
Aku punya firasat, ini hanya permainan saja. Aku rasa ia akan balik lagi dengan
mantannya, dan sekarang benar kan?” ucapku panjang lebar. Tenggorokannku terasa
kering jika harus berbicara sepanjang ini.
“pria ituuu” Ariya mengepalkan tangannya seolah-olah ingin
menghajar pria itu. “Jangan begitu, aku masih mencintainya, jika kau memukul
dia seperti itu; aku juga akan memukulmu” Ariya memecingkan matanya. Aku
terkekeh. “kau masih mencintai pria seperti itu?” tanya Ariya.
Will be Continue....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar